Karakter Anak
Musti
Moms pahami, anak berusia 1 - 3 tahun telah melewati masa-masa yang
tidak sebentar. Sejak bayi, faktor genetik (turunan), pola pengasuhan
orangtua dan lingkungan sangat memengaruhi terbentuknya karakter anak di
kemudian hari.
Salah
satunya, apakah dia tipikal anak mudah (easy child) atau sulit
(difficult). Bila dia tipikal anak mudah, sekali diberitahu langsung
nurut. Sebaliknya, tipikal anak sulit belum tentu menuruti apa keinginan
atau nasehat dari orangtuanya. Tidak heran, dalam satu keluarga,
tipikal anak satu dengan lainnya berbeda.
Ingin Mandiri
Nah,
ketika memasuki usia 1 tahun ke atas anak ingin mencoba menjadi dirinya
sendiri, terpisah dari orang-orang sekitarnya termasuk kedua
orangtuanya. Bisa dibilang, mereka telah masuk ke tahap perkembangan
psikososial atau masa otonomi. Dia ingin beda! Tidak seperti saat masih
bayi yang mudah diatur. Jangan heran, bila Moms or Dads mengatakan A,
dia menjawab B atau sebaliknya, yang terkadang bikin kesal orangtuanya.
Bahkan ada anak yang sangat sulit bila diberitahu oleh orangtuanya.
Mungkin ini akibat kedekatan atau 'keintiman' anak dengan Moms or Dads
tidak terlalu bagus. Makanya, dia suka uring-uringan. Padahal, usia 1
tahun ke atas adalah masa dimana dia belajar untuk mandiri.
Namun,
terbentur masalah unsecure seperti tinggal terpisah dengan kedua
orangtuanya, atau sejak bayi sudah terpisah dari kedua orangtuanya
mungkin juga tidak disusui ketika masih bayi bisa dibilang orangtua
menjaga jarak dengan bayinya. Sehingga, hubungan anak dengan Moms or
Dads menjadi asing alias tidak 'hangat.' Maka, terjadi penolakan anak
terhadap Moms or Dads. Biasanya, anak tidak nurut bila diatur atau
dinasehati oleh Moms or Dads. Sebaliknya, anak yang sudah merasa nyaman
dalam hubungannya dengan kedua orangtuanya, akan lebih mudah dibimbing.
Ingin Menunjukkan Jati Diri
Orangtua
juga sebaiknya mengerti bahwa terkadang seorang anak batita bersikap
"pemberontak" karena ingin menunjukkan jati dirinya. Kata memberontak
ini dalam tanda kutip, karena ia sebenarnya bukan untuk memberontak,
hanya ingin membuktikan kemampuannya semata.
Pada
usia 3 tahun ke atas, seorang anak sudah mampu melakukan berbagai hal.
Ia sudah mampu mengoordinasikan anggota tubuhnya dengan baik, dan mampu
mengungkapkan beberapa kalimat.
Oleh
karena itu, misalnya bila ia diingatkan untuk tidak mematahkan lipstik
Mama, justru dia sengaja mematahkannya. Sikapnya ini, karena dia ingin
menunjukkan kemampuannya.
Apalagi,
bila ia sudah mempunyai seorang adik. Sikapnya ini menjadi salah satu
pembuktian diri bahwa dia telah bisa melakukan lebih banyak dari adiknya
yang masih bayi. Dia akan melakukan berbagai hal untuk menunjukkan
bahwa dia lebih mampu dibanding adiknya yang masih harus berbaring dan
tidur, mengingat orangtua kadang ‘melupakan’ si Kakak, setelah si Adik
lahir.
Faktor
ingin menunjukkan jati dirinya, utamanya pada orangtua, mungkin salah
satu penyebab sikap anak jadi berbeda dibandingkan sikapnya pada orang
lain. Sangat disarankan, Moms jangan langsung mencap dia sebagai anak
nakal atau pemberontak, karena sikapnya ini hanya sementara dan akan
hilang dengan sendirinya, saat ia beranjak besar nantinya.
Harus Bagaimana?
Bila
mungkin ada sebagian orangtua yang harus tinggal terpisah dengan buah
hatinya, jangan putus asa! Masih ada harapan untuk memperbaiki hubungan
atau relasi orangtua dengan anak.
Jauh
lebih baik dilakukan sedini mungkin, sebelum si kecil masuk usia
sekolah. Langkah pertama, segeralah mengoreksi kekeliruan Moms or Dads
sebelumnya. Setelah menyadari kekeliruan yang pernah Moms or Dads
lakukan, kedua pahami keadaan anak. Ketiga, Moms or Dads berusaha
belajar komunikasi efektif kepada si kecil. Misalnya, si kecil ingin
main sepeda dan bilang “aku mau main sepeda di luar” padahal kondisi di
luar panas dan sepi.
Begitu
mendengar permintaan si kecil ada orangtua yang keukeuh mengatakan,
“Ihsan harus tidur!” atau menakut-nakuti dengan mengatakan, “awas lho!
Nanti ditangkap polisi!” Padahal ini adalah cara yang tidak benar dan
irrasional.
Nah,
berikan komunikasi yang efektif kepada si kecil, seperti, “Bunda tahu
Ihsan mau main sepeda di luar, sepedanya bagus (Moms bisa mulai
mendongeng). Sepedanya bilang, Mas Ihsan bobo dulu ya. Gimana kalau main
sepedanya nanti jam 4 sore?”
Pada
dasarnya, orangtua mengakui bahwa anaknya memang kepengen main sepeda.
Bila ajakan Moms di atas belum bisa membuatnya pergi ke peraduan. Bisa
Moms gunakan kalimat seperti, “Gimana kalau kita nonton TV aja yuk, atau
Bunda ceritain buku cerita, atau kita perang-perangan di bawah
selimut?” So, cara ini menawarkan opsi/ pilihan kegiatan kepada si
kecil. Memang, perilaku naik sepeda bukan sesuatu yang salah, hanya
bukan pada saat yang tepat. Moms bisa katakan, “Bolehkah nanti jam 4
atau 4.30 sore Bunda nemenin Ihsan main sepeda? Kita main sepeda selama
satu jam. Bunda naik sepeda yang besar, sedangkan, Ihsan naik sepeda
yang kecil, gimana?”.
Tapi
itu semua butuh kesabaran. Bisa saja si anak menawar, “em...em...em...”
Apalagi punya anak perempuan yang kemampuan verbalnya sudah lancar
seperti mengucapkan, “tapikan...tapikan...tapikan...” Mau tidak mau,
Moms memang harus meladeni. Yang perlu diingat, ini semua butuh
kesabaran dan waktu yang tidak sebentar.
Bagi
orangtua yang tidak sabar bisa saja bicaram “ya sudah kalau gak tidur
Bunda kurung aja sepedanya di kamar mandi!” atau “sepedanya dibuang saja
biar kamu tidak main sepeda!” Itu justru cara-cara yang salah. Bisa
jadi, sekali itu anak memang menurut alias cara tersebut ‘tokcer’, namun
itu bukanlah cara yang bisa dibenarkan. Jadi, jangan putus asa ya,
Moms.
0 comments:
Post a Comment