“ jam berapa Del ? ” tanya gue sejurus setelah mengeratkan dekapan di tubuh mungilnya.
“ sepuluh seperempat ” jawabnya setengah nangis
“ .. kamu nangis ?! ”
“ .. a .. aku ga nangis koq !! ”
Ga nangis ?! dia bilang ga nangis .. ?? kuping gue ga terlalu budek buat sekedar ngedenger isakan dari cewe di depan gue. Jangankan isakan, degup jantung Del pun bisa gue denger, tanpa perlu menempelkan kuping di dadanya.
Begitu sulitnya malam ini buat gue, berharap fajar ga terlalu cepat datang, dan menyingkirkan malam yang kini menyatukan kami menjadi sebenar-benarnya sepasang kekasih.
Karena gue, masih pengen berada dan merasakan cinta di dekatnya.
Karena gue masih pengen ngedenger suara merdu dan petikan gitarnya.
Karena gue masih pengen menciumi terus wangi rambut ekor kudanya. Dan hal-hal lainnya dari gadis mungil ini ..
Tapi, apa mau di kata kalo kedua orang tua Del, ga akan pernah setuju dengan hubungan ini.
Wajar !! Wajar buat gue .. dan gue telah melapangkan hati selapang-lapangnya, tau diri akan dimana letak kasta gue.
...
Biarpun begitu, kami berdua tetap membatu dan melanjutkan cerita cinta ini dengan jalan seadanya.
Meski kadang harus bersembunyi di balik tempat sampah ..
Meski juga harus menahan sesak di dada, di terpa caci dan omelan ..
Atau terpaksa berjalan melewati onak duri yang membuat kaki-kaki kami lecet berdarah ..
Itulah Del .. !! warna pertama dalam hidup gue yang kelam dan mungkin juga satu-satunya cewe yang mau berkekasih dengan orang yang buta.
Gue juga kadang ga habis pikir, apa alasan Del sampai begitu mau-nya sama gue ?!
Apa yang bisa di harapkannya dari gue ?
Apa yang bisa di banggakan dari gue ?
Dari seorang Fitra yang buta sejak kelas 1 SD !! Fitra yang hanya mampu "melihat" wajah kekasihnya dengan indera peraba.
Kebutaan gue bermula dari kecelakaan tragis yang membuat gue juga harus kehilangan sesosok pria tangguh bernama Ayah. Kurang lebih sebulan sepeninggalan Alm Bokap, untuk menghidupi dirinya dan anak laki satu-satunya, nyokap bekerja di sebuah rumah mewah sebagai PRT sekaligus babbysiter, mengasuh dan memomong bocah perempuan cantik bernama Deleilah, putri sang majikan. Karena jam kerja nyokap bisa lebih dari 12 jam per hari-nya, gue sering main bahkan dalam seminggu gue bisa 5-6 hari menginap di rumah mewah tsb, sampai akhirnya sang majikan memahami dan mengambil keputusan, menyuruh gue dan nyokap untuk tinggal serumah dengannya.
Gue dan Del pun tumbuh bersama dalam satu asuhan ibu, bermain juga berebut mainan, meski kadang di selingi acara "musuh-musuhan" ala anak kecil, tapi akhirnya
“ kita temenan lagi yaa !! ” ujar gue kala itu, sementara Deleilah kecil mengeratkan kaitan kelingkingnya di kelingking gue.
Del bukan cuma dekat dengan nyokap gue, tapi dia sangat sangat dekat bahkan ia sampai menganggap nyokap gue adalah nyokapnya. Dan baginya, di tinggal pergi nyokap gue, adalah lebih menyedihkan ketimbang di tinggal kedua orang tuanya.
Seiring berjalannya waktu, tak terasa bahwa kami telah berubah menjadi dewasa. Dimana kami mulai meninggalkan mainan-mainan yang dulu sering kami perebutkan dan berusaha memahami perubahan diri dengan pemikiran masing-masing.
Dan tentang satu moment yang ga bakalan hilang dari ingatan gue adalah ketika Del mengijinkan jari-jari gue menyentuh wajah cantiknya, membiarkan tangan gue menjamah lembut pipi tirusnya, merasakan bibir yang mungil dan membelai hidungnya yang mancung juga indah dagunya. Semuanya begitu sempurna, menjadikan Del seorang gadis yang cantik. Dan kecantikan itu di bingkainya dengan tutur kata yang santun dan terhormat, menyejukan setiap hati yang mendengarnya. Setelah itu kami hampir tak pernah melewatkan sore hari untuk duduk-duduk di taman, dimana Del dengan notes-nya mencatat kata-kata yang keluar dari mulut gue, kemudian merapihkannya hingga menjadi sebuah puisi.
Del yang pintar juga pandai memainkan ke enam senar gitar Yamahanya, petikannya begitu indah di dengar, di tambah dengan suara merdunya .. membuat burung-burung sejenak menghentikan kicauannya, hanya untuk mendengar gadis pengidola Alm.Chirsye ini bernyanyi.
Hingga sampai suatu waktu, ayah Del mengendus kedekatan kami dan mulai menyelidikinya, serapat-rapatnya kami menutupi, akhirnya lelaki paruh baya yang menjabat sebagai CEO di sebuah perusahaan terkemuka itu pun memergoki putrinya tengah bermesraan dengan anak dari seorang pembantunya di dapur. Murka ?! yaa lelaki itu benar-benar murka dan menyuruh "si anak pembantu" itu untuk segera angkat kaki dari rumahnya. Namun beruntung, beliau tak ikut memberhentikan nyokap untuk tetap bekerja di rumahnya. Semenjak itu, hubungan kami hanya sebatas ngobrol melalui ponsel, ponsel pemberian Del sebagai kado ultah gue ke-20.
Ga betah dengan hanya berbincang melalui telepon, beberapa hari kemudian, Del dan gitarnya nekat berkunjung ke rumah gue sepulangnya dari sekolah hanya untuk sekedar meminta pendapat dari gue tentang lagu dan lirik ciptaannya, selanjutnya ia melakukan kenekatan tsb hampir setiap sore.
“ kami ga takut di omelin kalo pulangnya kesorean ?! ” tanya gue ketika suatu sore ia belum juga pulang padahal hari semakin gelap.
“ engga !! Del bukan anak kecil laggiii ” jawabnya membandel
“ kamu bosen Del maen ke sini terus ?! ” lanjutnya
“ kok Del nanyanya gitu ?! ” gue menanggapinya, seraya mencari di mana ia meletakan lengannya.
Dan ini, ini adalah malam terakhir kami, karena besok Del akan pergi melanjutkan pendidikannya di US, setelah lulus SMA dengan hasil yang menakjubkan. Sebenarnya ia tak ingin meneruskan pendidikannya sampai ke US sana, tapi itu semua adalah keputusan dari orang tuanya yang udah "nyerah" pada kenekatan putri mereka satu-satunya.
Malam ini, Del mencuri waktu tidurnya, tepatnya pukul 21.30 Del datang ke rumah gue dan menceritakan semua rencana kedua orang tuanya tentang masa depannya. Ia sempat menolak tapi kedua orang tuanya bersikeras tetap akan mengirimnya jauh di sana.
Del membalikan tubuhnya dan merapatkan dadanya di dada gue sembari mengalungkan kedua lengannya di tengkuk gue. Berasa banget kalau Del makin mendekatkan wajahnya karena wangi nafasnya begitu lembut menusuk hidung. Setelahnya, gue ngerasa sesuatu yang halus dan smooth menempel di bibir gue. Beberapa kali Del mengusap-usapkan telunjuknya di bibir gue, dari sudut yang satu ke sudut yang lainnya. Dan ..
“ di suatu ketika tak ada lagi puisi-puisi ku yang bermakna atau nada-nada yang berirama, apakah kau akan melupakan ku ? ” tanyanya dalam bisikan yang lirih
Gue menggelengkan kepala menjawab pertanyaannya ..
“ di suatu ketika kamu mengetahui wajah ku tak secantik apa yang selama ini kau bayangkan, apakah kau akan melupakan ku ? ”
Masih seperti tadi, gue menggelengkan kepala lagi ..
“ di suatu ketika MUNGKIN aku telah melupakanmu, apakah kau juga akan melupakanku ? ”
“ kamu baca puisi apa nanya sih ?! ”
“ dua-dua nya !! hehe .. ”
Gue diam sejenak .. sembari membayangkan kalau Del benar-benar akan melupakan semua ini ..
“ apa jawabannya ??! ” desak rengeknya dengan masih menempelkan telunjuk di bibir gue.
Lagi-lagi gue gelengkan kepala plus "secangkir" senyum manis buatnya.
“ engga kok .. Del ga akan ngelupain kamu ” bilangnya sejurus kemudian sambil melepaskan telunjuknya dari bibir gue.
Beberapa detik kami tenggelam dalam keheningan, kedua lengan Del mulai meringsek naik dan meraih kepala gue dengan kelembutannya, kemudian ia benamkan wajah gue ke dalam dadanya, di antara dua payudara yang masih terbalut kaos berbahan cashmir yang di rangkapnya dengan sweater yang mampu menghangatkan tubuhnya dari angin malam yang semakin beringas menyusupi bilik kamar gue.
Layak sentuhan di atas permukaan air dan menciptakan riak hingga ka tepian kalbu, semerbak wangi dari parfum kesukaan Del seketika itu juga, berebut masuk dan memenuhi rongga dada. Wangi yang mulai besok ga bisa gue ciumi lagi ..
Berkali kali gue hirup sembari menengadahkan kepala, merayap perlahan mencari letak bibir mungilnya tersimpan.
Kami bercumbu dan saling melumat dengan begitu mesranya, di iring simhponi gemericik yang mendera genting-genting di atas kami. Sesekali gue selipkan lidah gue ke dalam mulut hangatnya, seketika itu juga lidah kami berpadu, merasakan kami bukan lagi dua tubuh yang berbeda, melainkan telah berpadu menjadi senyawa kimia yang tak dapat di pecah.
Menjadi angin ..
Menjadi malam ..
Menjadi bisikan-bisikan ..
Menjadi gelombang .. bahkan tsunami ..
Sesaat kemudian kedua lengannya mengambil jari jemari gue dan menempelkannya tepat pada di atas buah dadannya. Gue remas pelan payudaranya dengan masih menggumuli bibirnya yang makin basah dan bergelora. Namun tak lama kemudian, Del menghentikan cumbuannya, hanya sedikit ia membuka bibirnya seperti sengaja membiarkan lidah-lidah gue menjalar bebas.
Perlahan, satu lengan gue menyelinap ke dalam kaosnya. Beringsut sesenti demi sesenti meraih apa yang terbungkus di dalam BRA, gue ga langsung menyingkapnya begitu menemukannya, sejenak gue bermain-main dengan telunjuk yang bergerak memutar tepat di bra BRA berbahan silicon tsb. Hingga akhirnya, gue menggigit kecil bibir bawah Del yang terbuka tipis sambil pelan-pelan menyingkap bagian bawah BRAnya satu per satu.
Dengan hanya sebelah lengan, gue membebaskan sempurna payudara ABG mungil yang selama ini menjadi teman sejiwa dalam kebutaan gue. Bukan setahun dua tahun kami bersama, tapi baru malam ini, gue merasakan kulit payudara sekelnya yang halus nan lembut.
Del menggigit balik bibir gue, tatkala putting imut nya terpilin dengan lembut. Dan putting tsb makin mengeras seiring detik demi detik berlalu melangkahi kami. Del benar-benar terbuai, berkali-kali ia melepaskan nafas dengan mulutnya, sementara kelima jari dalam t-shirtnya terus memilin dengan sesekali meremasnya. Kelima jari dalam pakaian Del mulai beranjak pergi, menyisakan desir-desir syahdu dalam dadanya, menuju perut melewati pusar lalu melingkari pinggang gadis bersuara merdu ini.
Del sedikit menggoyangkan pinggulnya, mengesek pelan penis yang masih terlindung dengan perutnya, sementara bibir kami, bibir kami tak henti-hentinya melumat dan mengulum satu sama lain. Beberapa detik berjalan, gue memberanikan diri, menyeret satu lengan gue menyusuri pinggulnya, menyelinap ke balik karet celana dalam gadis penggemar Lasagna ini. Di susul satu lengan lagi, kesepuluh jari gue pun mulai meremas lembut kedua bongkahan pantatnya. Pantat yang halus dan berisi, sesekali juga gue beberapa jari gue tak sengaja menyenggol kerutan lubang anal.
Mendapati Del tak menggubrisnya, gue mulai berani menjelajahi selangkangannya, merasakan beberapa helai bulu-bulu kedewasaannya.
“ Traa .. ” panggil Del dalam bisik mesranya, begitu di rasanya kelima jari gue menyusup lebih dalam ke arah selangkangannya.
Gue ga menjawabnya, sementara permukaan vagina Del mulai menghangati indera peraba gue.
Hangat dan berbulu .. itulah yang gue dapatkan dari permukaan memek gadis yang nekat mencuri waktu tidurnya hanya untuk bertemu dengan cowo buta yang ga berguna ini.
Sekali lagi !! dada gue bener-bener sesak, Selama bertahun-tahun gue berteman dan berkekasih dengannya, bercanda dan belajar dengannya .. tapi malam ini ..
Tapi gue ga punya pikiran untuk menerobos liang keperawanannya, karena bagi gue itu sama halnya dengan mengkhianati kepercayaannya selama ini. Gue Cuma mengusapnya pelan, menjamah perlahan belahan tempat pipisnya, terlepas dari apa yang di anggapnya adalah sebuah nilai kehormatan.
Sedikit-sedikit .. gue belai ujung belahan teratasnya. Semakin gue membelainya, semakin Del mengeratkan dekapannya. Dan nafas itu kian memburu tatkala usapan demi usapan berubah menjadi rangsangan yang membuat vagina-nya terasa basah. Gue ngerti dengan apa yang di rasakannya, dan gue makin sengaja membuat usapan itu agak lebih "kurang ajar".
“ aaaagggghhh .. aaggghhh .. agghh .. ” desahan Del makin memburu dengan bibir yang ia tempelkan di pundak gue “ aduh .. sakit Del jangan di gigit .. !! ”
“ ssssscccchhhhh .. ooouuuffffhhhh .. !! ” gadis dalam dekapan gue ini, makin ga terkendali berkali-kali ia menggeliat kecil juga menggesekan keningnya di dada gue.
Gue terus menggeseknya .. terus mengusapnya .. terus .. terus dan terus dengan permukaan yang semakin basah, sementara Del begitu erat dengan cengkramannya.
Hingga akhirnya, sekujur tubuh dara manis ini meremas seluruh badan gue, bahkan ia melilitnya sekuat tenaga .. dan gue yakin inilah yang di namakan dengan orgasme. Rengkuhannya makin kuat dengan kedua belah paha yang begitu keras mengempit satu tangan gue dalam selangkangannya. Entah beberapa detik, ia melakukan itu .. tubuhnya menggerinjang .. tubuhnya mendesak, seperti ingin masuk dan larut ke dalam aliran darah-darah gue.
Beberapa menit berselang, cengkraman Del mulai melemah di iringi dengusan nafas yang ga beraturan, juga keringat dingin yang sudah melumuri sekujur kulitnya yang halus.
Gue cium keningnya yang juga basah oleh keringat dingin, Del begitu lemas .. begitu lunglai, disandarkan kepalanya di dada gue sementara tangan gue beranjak meninggalkan selangkangannya yang basah, untuk memeluknya dengan penuh perasaan. Perasaan Majnun pada Layla ..
Del menikmati sisa desir-desir orgasme-nya sambil sesekali menggeliatkan tubuhnya dalam dekapan gue. Dan bagaimana dengan malam ? malam tetaplah malam yang gelap .. misteri yang tak berbintang !!
________
Beberapa detik, ia menikmati itu, Del sedikit merenggangkan pelukannya, lalu meraih kedua pipi gue dengan kedua telapak tangannya.
Tersenyum .. gue tersenyum .. dan sejurus kemudian ia ..
“ Fitra .. ” panggilnya
“ ehmm ” gue berdehem menanggapi
“ Del sayang sama kamu .. ” entah udah berapa kali gue denger kalimat ini meluncur dari mulutnya.
Gue kembali menarik sudut-sudut bibir gue, membalasnya dengan segurat senyum.
Berselang beberapa saat, Del kembali memeluk tubuh gue begitu erat, hingga begitu jelas gue rasa detak jantungnya. Jelas isakannya terdengar dekat di kuping gue di tambah sesegukan yang memilukan. Beberapa saat kemudian airmatanya sudah membanjiri bahu sebelah kanan gue di susul suara bising ribuan air hujan yang bertambah deras.
“ Tomorrow’s near, never I felt this way
Tomorrow, how empty it’ll be that day (hiks .. hiks ..)
It tastes a bitter, obvious to tears to dried
To know that you’re my only light
I lo .. ve you, I need you
Oh, yes I .. I do
Don’t sleep away this night my baby ..
Please stay with me at least ’till dawn (hiks .. hiks ..)
It hurts to know another hour has gone by ..
And every minute is worthwhile ..
Oh, I lo .. ve you ..”
.. sepotong lyric lagu Sahuleka, ia nyanyikan tepat di kuping gue dengan suaranya yang semakin berat dan serak .. menambah lebar sayatan luka dalam hati gue.
Gue hela nafas yang panjang, begitu ngerti kalau apa yang di rasakannya .. sama dengan apa yang gue rasakan. Sementara lingkaran kedua lengan gue sengaja gue eratkan lagi, merengkuh tubuhnya yang bersandar pada dada gue, di malam ini, di terakhir kalinya gue bisa berada bersama Del.
Pengen rasanya gua teriak sekencang-kencangnya hingga memecah batas langit, kalau mungkin sampai memekakan telinga Tuhan yang maha mendengar, yang selama ini seakan menutup telinga untuk semua do'a-do'a gue.
Ga sekali dua kali, gue bersimpuh memohon untuk jangan pisahkan kami.
Gue terus berdo'a ..
Ga siang .. ga malam .. tanpa mengenal waktu gue terus bermunajat, agar jangan jauhkan jarak antara kami.
Tapi apa .. Untuk sekedar bertemu pun kami harus berpayah-payah !!
harus bersembunyi dari mata-mata yang mengintai !!
harus pintar-pintar mencuri waktu yang tinggal sedikit !!
OK .. Fitra yang buta memang cukup legawa dan bisa menerima bila Kau tak mengabulkan permintaannya .. tapi setidaknya .. ijinkanlah hambaMu yang nista ini meminjamnya untuk beberapa detik lagi sebelum fajar kau terbitkan dan membuyarkan kami seperti angin yang membuyarkan dedaunan.
0 comments:
Post a Comment